MEDIA SOSIAL FACEBOOK UNTUK PERPUSTAKAAN
Suwarno, S. Sos
Pustakawan Muda Polines
A. Pendahuluan
Pada saat ini perkembangan teknologi informasi dan komunikasi sangat cepat hal ini karena didukung oleh perkembangan era teknologi yang sangat cepat. Sekarang ini yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi tidak hanya masyarakat berpendidikan tinggi tetapi juga masyarakat berpendidikan rendahpun sudah banyak yang memanfaatkan sebagai sarana komunikasi.Berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi yang cepat ini memudahkan pencari informasi dapat dengan mudah mengakses semua informasi dengan mudah dan cepat.
Sarana komunikasi internet yang dipakai masyarakat saat ini seperti penggunaan email dan media sosial dapat menjadikan komunikasi menjadi intens mudah dan cepat. Hal ini dikarenakan komunikasi dengan internet tidak terbatas oleh ruang dan waktu, tidak terbatas oleh jarak walaupun lintas benua kita dapat berkumikasi dengan cepat.
Pada jaman “melek teknologi informasi” saat ini banyak pustakawan dan masyarakat sudah menggunakan media sosial facebook sebagai sarana media komunikasi antar pustakawan atau pustakawan dengan pemustaka. Penggunaan media sosial dapat menjadikan saling keterikatan antara perpustakaan, pustakwan dan pemustaka. Bahkan seluruh perpustakaan perguruan tinggai yang sudah mulai mengembangkan layanan berbasis internet akibat dari adanya kesadaran pustakawan akan karakteristik pengguna mereka yang telah berubah generasi yaitu generasi internet (net generation) dimana mereka tumbuh dengan teknologi informasi modern, bergantung pada media sosial dan menggunakan media sosial sebagai alat untuk saling berkomunikasi dan berbagi informasi sehingga perpustakaan mulai berpikir untuk memenuhi kebutuhan pengguna melalui media. Beragam jenis media dapat digunakan oleh perpustakaan perhuruan tinggi untuk memasarkan layanan mereka, salah satunya adalah media facebook.
Kehadiran facebook yang telah merambah seluruh aspek kehidupan masyarakat tidak terkecuali juga terjadi di lingkungan perpustakaan perguruan tinggi, dimana keberadaan media ini dapat memudahkan interaksi diantara pemustaka maupun dengan pustakawan, tanpa harus terikat oleh jarak dan sekatsekat geografis sehingga memungkinkan pemustaka mencari informasi yang dibutuhkannya dengan mudah dan cepat. Dipilihnya facebook sebagai media untuk memenuhi kebutuhan informasi karena adanya fitur yang memungkinkan pengguna facebook berinteraksi langsung (real time), seperti chatting, tag foto, video, blog, game, dan update status yang dinilai lebih up date dibandingkan media lainnya.
Dengan adanya fenomena ini, maka penulis ingin mencoba menjawab permasalahan seberapa besar manfaat media sosial facebook bagi perpustakaan, pustakawan dan pemustaka akan di bahas berikut ini.
B. Pembahasan
1. Media Sosial
Media sosial (social media) disingkat medsos, terdiri dari 2 (dua) kata yang berbeda, yaitu media (alat, sarana komunikasi, perantara, penghubung), dan sosial (berkenaan dengan masyarakat atau merujuk pada cara orang berinteraksi). Kaplan & Haenlein dalam Fatmawati merumuskan media sosial yaitu sebuah aplikasi berbasis internet yang memungkinkan terjadinya penciptaan dan pertukaran konten yang diciptakan oleh penggunanya.[1] Sedang kan Howard, Philip N., and Malcolm R. Parks menjelaskan bahwa Media sosial adalah media yang terdiri atas tiga bagian, yaitu : Insfrastruktur informasi dan alat yang digunakan untuk memproduksi dan mendistribusikan isi media, isi media dapat berupa pesan-pesan pribadi, berita, gagasan, dan produk-produk budaya yang berbentuk digital, Kemudian yang memproduksi dan mengkonsumsi isi media dalam bentuk digital adalah individu, organisasi, dan industri.[2]
Ardianto dalam buku Komunikasi 2.0 mengungkapkan, bahwa media sosial online, disebut jejaring sosial online bukan media massa online karena media sosial memiliki kekuatan sosial yang sangat mempengaruhi opini publik yang berkembang di masyarakat. Penggalangan dukungan atau gerakan massa bisa terbentuk karena kekuatan media online karena apa yang ada di dalam media sosial, terbukti mampu membentuk opini, sikap dan perilaku publik atau masyarakat. (Ardianto, 2011: xii)[3]
Maka media sosial dapat disimpulkan bahwa sebuah aplikasi berbasis internet yang memungkinkan terjadinya penciptaan dan pertukaran konten yang diciptakan oleh penggunanya, untuk memproduksi dan mendistribusikan isi media, isi media dapat berupa pesan-pesan pribadi, berita, gagasan, dan produk-produk budaya yang berbentuk digital, Kemudian yang memproduksi dan mengkonsumsi isi media dalam bentuk digital adalah individu, organisasi, dan industry dan memiliki kekuatan sosial yang sangat mempengaruhi opini publik yang berkembang di masyarakat.
Pesatnya perkembangan media sosial kini dikarenakan semua orang seperti bisa memiliki media sendiri. Jika untuk memiliki media tradisional seperti televisi, radio, atau koran dibutuhkan modal yang besar dan tenaga kerja yang banyak, maka lain halnya dengan media. Seorang pengguna media sosial bisa mengakses menggunakan media sosial dengan jaringan internet bahkan yang aksesnya lambat sekalipun, tanpa biaya besar, tanpa alat mahal dan dilakukan sendiri tanpa karyawan. Pengguna media sosial dengan bebas bisa mengedit, menambahkan, memodifikasi baik tulisan, gambar, video, grafis, dan berbagai model content lainnya.[4]
Menurut Antony Mayfield dari iCrossing, media sosial adalah mengenai menjadi manusia biasa. Manusia biasa yang saling membagi ide, bekerjasama, dan berkolaborasi untuk menciptakan kreasi, berpikir, berdebat, menemukan orang yang bisa menjadi teman baik, menemukan pasangan, dan membangun sebuah komunitas. Intinya, menggunakan media sosial menjadikan kita sebagai diri sendiri. Selain kecepatan informasi yang bisa diakses dalam hitungan detik, menjadi diri sendiri dalam media sosial adalah alasan mengapa media sosial berkembang pesat. Tak terkecuali, keinginan untuk aktualisasi diri dan kebutuhan menciptakan personal branding.[5]
Kerangka sarang lebah mendefinisikan bagaimana media sosial layanan fokus pada beberapa atau semua tujuh blok bangunan fungsional (identitas, percakapan, berbagi, kehadiran, hubungan, reputasi, dan kelompok). Bangunan blok tersebut membantu memahami kebutuhan pertunangan dari audiens media sosial. Sebagai contoh, pengguna LinkedIn peduli kebanyakan tentang identitas, reputasi dan hubungan, sedangkan blok utama YouTube bangunan berbagi, percakapan, kelompok dan reputasi
Banyak perusahaan membangun wadah sosial sendiri yang mencoba untuk menghubungkan blok bangunan tujuh fungsional sekitar merek mereka. . Ini adalah komunitas swasta yang melibatkan orang-orang di sekitar tema yang lebih sempit, seperti di sekitar panggilan tertentu, merek atau hobi, dari wadah media sosial seperti Facebook atau Google+
Sementara jejaring sosial merupakan situs di mana setiap orang bisa membuat web page pribadi, kemudian terhubung dengan teman-teman untuk berbagi informasi dan berkomunikasi. Jejaring sosial terbesar antara lain Facebook, Myspace,Plurk, dan Twitter. Jika media tradisional menggunakan media cetak dan media broadcast, maka media sosial menggunakan internet. Media sosial mengajak siapa saja yang tertarik untuk berpertisipasi dengan memberi kontribusi dan feedback secara terbuka, memberi komentar, serta membagi informasi dalam waktu yang cepat dan tak terbatas.
2. Facebook Di Indonesia
Pada saat ini, internet merupakan kebutuhan bagi banyak orang karena dengan internet kita bisa mengakses dan menemukan segala informasi di seluruh dunia dengan cepat dan mudah. Kebutuhan internet yang sangat penting sehingga peningkatan jumlah pemakai internet setiap tahun yang selalu meningkat di seluruh dunia. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa penetrasi penggunaan internet di Indonesia saat ini meningkat dengan pesat. Data dari We Are Social, sebuah perusahaan dari Agensi yang berpusat di Singapura merilis “Digital in 2017” yang menampilkan data penggunaan internet di 30 negara, termasuk Indonesia. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa:
Dari 262 Juta penduduk Indonesia, 132,7 Juta atau 51,5 adalah pengguna internet, 106 Juta diantaranya pengguna aktif internet, 371, 4 juta menggunakan koneksi mobile dan 92 juta diantaranya adalah pengguna aktif media sosial.
Sumber: Digital in 2017: Southeasth Asia; https://wearesocial.com
Rata-rata penggunaan internet melalui PC atau tablet adalah 8 jam sehari (sebanyak 44 juta), 3 jam sehari melalui telepon seluler (55 Juta), 3 jam sehari menggunakan media sosial (16 Juta) dan 2 jam sehari untuk menonton TV(23 juta). [6]
Sumber: Digital in 2017: Southeasth Asia; https://wearesocial.com
Dari total pengguna internet, 77% menggunakan internet setiap hari, 12% mengunakan paling tidak seminggu sekali, 7% menggunakan internet paling tidak sebulan sekali dan 3% menggunakan internet lebih dari 1 bulan.
Sumber: Digital in 2017: Southeasth Asia; https://wearesocial.com
Bagaimanapun tingginya pengguna internet di Indonesia menjadi salah satu faktor yang turut mendukung perkembangan media sosial di Indonesia, walaupun sebenarnya kalau dirunut pada sejarah penetrasi internet baru masuk di Indonesia sekitar tahun 90-an. Media sosial merupakan aplikasi real time yang digunakan untuk berinteraksi atau berjejaring sosial secara online menggunakan jaringan internet sebagai sarana berkomunikasi dan berbagi dengan orang lain.[7]
Facebook merupakan media jejaring sosial yang memungkinkan pengguna untuk menambah teman, mengirim pesan, dan memperbaharui profil pribadi yang dapat dilihat oleh semua orang.[8] Penggunaan utama facebook mengarah pada bagaimana menjaga hubungan dengan orang-orang di sekitar atau mungkin dengan orang yang sudah lama tidak berjumpa sehingga tetap menjalin komunikasi tanpa batas ruang, jarak dan waktu. Pengelola facebook pun juga aktif berinovasi dalam hal pengembangan facebook seperti kemasan tampilan agar pengguna mudah dalam menggunakan, pengaturan privasi dan sebagainya. Facebook juga menyediakan fitur group yang dapat dijadikan pengguna untuk bergabung dengan orang yang memiliki tujuan tertentu berdasarkan karakteristik seperti tempat kerja, sekolah, perguruan tinggi atau karakteristik lainnya.[9] Pada sebuah group pengguna bisa mengatur dengan memilih apakah group tersebut bersifat terbuka atau tertutup. Namun kebanyakan group disetting tertutup agar tidak diketahui oleh public sehingga tidak semua orang bisa bergabung dan melihat segala informasi yang ada pada group.
Sumber: Digital in 2017: Southeasth Asia; https://wearesocial.com
Dari data tersebut diatas menunjukan bahwa 106 juta penduduk Indonesia aktif menggunakan media social facebook, dengan 87 % menggunkan facebook melalui handphon, Persentase pengguna facebook yang menggunakan facebook setiap harinya adalah 41%. Dan jika dilihat presentase pengguna facebook dari jenis kelaminya bahwa 42 % pengguna facebook adalah perempuan dan 58 persennya adalah para lelaki.
Sumber: Digital in 2017: Southeasth Asia; https://wearesocial.com
Dari data tersebut diatas maka dapat di simpulkan bahwa pengguna media sosial sangat tinggi, facebook menempati urutan kedua setelah media social youtube. Besarnya penggunaan media sosial di masyarakat menjadi tantangan sekaligus peluang bagi perpustakaan dalam menjalankan fungsinya yang harus selalu berorientasi kepada pemustaka
3. Facebook Untuk Pemustaka, Perpustakaan dan Pustakawan
Salah satu pemanfaatan teknologi informasi di perpustakaan yaitu dengan menggunakan media sosial untuk berbagai kepentingan perpustakaan. Media sosial merupakan alat, jasa dan komunikasi yang memfasilitasi hubungan antara orang satu dengan lainnya serta memiliki kepentingan atau ketertarikan yang sama. Semakin berkembangnya teknologi informasi dan telekomunikasi saat ini dapat membawa perubahan pada pelayanan suatu perpustakaan. Kemudahan pelayanan kepada pemustaka, dalam hal ini didapatkan dengan memanfaatkan media sosial berbasis web atau jejaring sosial seperti facebook. Facebook merupakan sebagian contoh dari jejaring sosial yang ada saat ini dan semakin banyak bermunculan, yang pemanfaatannya dapat diterapkan di perpustakaan. Ada banyak manfaat yang bisa diperoleh dengan promosi melalui media sosial . Kondisi demikian memberi peluang kepada perpustakaan untuk menjadikan media sosial sebagai media komunikasi dua arah.
Perpustakaan sendiri biasanya menggunakan media sosial sebagai media untuk melakukan promosi, baik mempromosikan koleksi ataupun layanan yang ditawarkan. Namun dengan perkembangan masyarakat digital yang nyaris tidak dapat lepas dari internet, media sosial tampaknya bisa dimanfaatkan lebih dari sekedar media promosi.[10] Facebook sebagai media untuk memenuhi kebutuhan informasi karena adanya fitur yang memungkinkan pengguna facebook berinteraksi langsung (real time), seperti chatting, tag foto, blog, game, dan update status yang dinilai lebih up date dibandingkan media lainnya.[11] Ini sesua dengan teori uses and gratifications yang dikemukakan oleh Blumer dan Katz (Griffin, 2003) dimana menekankan bahwa individu bersikap aktif dalam memilih media untuk memenuhi kebutuhannya, dengan kata lain, manusia memiliki wewenang untuk memperlakukan media. ‘use and gratifications theory’(teori penggunaan dan kepuasan). Teori ini diperkenalkan oleh Herbert Blumer dan Elihu Khatz pada tahun 1974 lewat bukunya The Uses Of Mass Communication; Current Perpective On Gratification Receach. Teori ini banyak berkaitan dengan sikap dan prilaku para konsumen, bagaimana mereka menggunakan media untuk mencari informasi tentang apa yang mereka butuhkan. Teori ini menyatakan bahwa orang secara aktif mencari media tertentu dan isi tertentu untuk menghasilkan kepuasan (hasil) tertentu. Teori ini menyatakan bahwa pengguna media memainkan peran yang aktif dalam memilih dan menggunakan media guna memenuhi kebutuhan pribadi dan sosialnya. Seseorang termotivasi untuk menggunakan media karena adanya kebutuhan individu yang beragam. Kebutuhan individu tersebut dipengaruhi oleh lingkungan sosial yang meliputi karakteristik demografi, ciri-ciri afiliasi kelompok dan ciri-ciri kepribadian.
Maka para pemustaka atau pengguna perpustakaan menggunakan facebook karena didorong oleh kebutuhan atau ketertarikan media tersebut, karena di dalam facebook memungkinkan mereka untuk memenuhi kebutuhanya individu pemustaka seperti :
a. Cognitive needs(Kebutuhan Kognitif); yaitu kebutuhan yang berkaitan dengan pemenuhan informasi, pengetahuan dan pemahaman mengenai lingkungan. Kebutuhan ini didasarkan pada hasrat untuk memahami dan menguasai lingkungan, juga memuaskan rasa penasaran dan dorongan untuk penyelidikan.
b. Affective needs(Kebutuhan Afektif); yaitu kebutuhan yang berkaitan dengan pengalaman-pengalaman yang estetis, menyenangkan dan emosional. Dengan adanya hubungan antara pengalaman mereka akan sebuah kesenangan atau estetika serta pengalaman emosional individu maka akan terwujud sebuah pengalaman baru ketika menggunakan sebuah media guna memenuhi kebutuhan.
c. Personal Intergrative needs(Kebutuhan pribadi secara integratif); yaitu kebutuhan yang berkaitan dengan kepercayaan, stabilitas, dan status individual yang diperoleh dari adanya harga diri. Kebutuhan ini berhubungan dengan sebuah kepercayaan atau kredibilitas individu akan sebuah status di dalam ruang lingkup setiap individu.
d. Social integrative needs (kebutuhan sosial secara integratif); yaitu kebutuhan yang berkaitan hubungan dengan keluarga, teman, dan dunia, yang didasarkan pada keinginan untuk berafiliasi. Kebutuhan ini erat kaitannya berhubungan dengan membangun hubungan komunikasi antara keluarga, teman secara global sehingga memperkuat jaringan komunikasi secara bebas tanpa ada batasan.
e. Escapist needs(kebutuhan Pelepasan); yaitu kebutuhan yang berkaitan dengan keinginan menghindar dari kenyataan, melepaskan emosi dan ketegangan serta kebutuhan akan hiburan.
Tujuan media social facebook untuk perpustakaan adalah membangun interaksi antara pustakawan dan pemustaka dalam menginformasikan berbagai aktivitas yang berkaitan dengan informasi peminjaman, perpanjangan peminjaman, pemesanan buku, kritik saran dan lain-lain. Selain itu, dapat dijadikan sebagai media promosi dan membantu dalam pengembangan minat baca masyarakat
Penerapan media social facebook sebagai media promosi untuk perpustakaan agar para pemustaka tidak perlu susah payah untuk mencari informasi dan melalkukan information sharing melalui media social facebok. Contoh Perpustakaan yang melakukan media promosi melalui media sosial adalah perpustakaan Politeknik Negeri Semarang, perpustakaan Universitas Muhamadiyah Surakarta, Universitas Indonesia dll. Walaupun media social facebook dibuat hanya sebatas sebagai media promosi, untuk saling berinteraksi antar teman pengguna media sosial dan belum menerapkan sebagai teknologi yang dipakai untuk meminjam dan mengembalikan buku melalui media sosial facebook tersebut, tetapi tidak dipungkiri bahwa dengan adanya media sosial memiliki dampak besar bagi kemajuan perpustakaan.
Facebook yang dapat dimanfaaatan oleh perpustakaan. Fitur Facebook yang dapat dimanfaatakan oleh perpustakaan antara lain yaitu:
a. Info (Information). Fitur ini dapat digunakan untuk memberikan informasi mengenai perpustakaan, misalnya alamat perpustakaan dan kontak perpustakaan, pustakawan yang bertugas, jenis perpustakaan, layanan perpustakaan, serta informasi tambahan lainnya yang dianggap perlu.
b. Dinding (Wall). Pustakawan dapat meng-update status, kemudian pemustaka dapat menuliskan testimoni maupun mengomentari status update kita. Fasilitas ini juga dapat digunakan layaknya seperti sebuah buku tamu. Pustakawan dapat berkunjung ke buku tamu mereka (pemustaka) lalu meletakkan pesan di sana ataupun sebaliknya.
c. Diskusi (Discussion Board). Merupakan fasilitas papan diskusi terstruktur berdasarkan thread atau topik. Fasilitas ini dapat dimanfaatkan untuk mengadakan diskusi mengenai suatu topik dengan para pemustaka.
d. Photos dan Video, Fasilitas ini dapat dimanfaatkan untuk meng-upload foto-foto perpustakaan, kegiatan yang diadakan perpustakaan ataupun foto pemustaka yang mereka ketika mereka berkunjung ke perpustakaan.
e. Events.Fasilitas events adalah salah satu fasilitas yang menarik. Karena kita dapat menjadwalkan sebuah rencana kegiatan dan mengundang para peminat untuk mengkonfirmasi kehadiran mereka. Facebook akan otomatis membuat satu page untuk setiap kegiatan.
f. Catatan (Notes). Adalah fasilitas blogging sederhana. Pustakawan dapat menulis catatan kecil secara langsung ataupun mengimport dari blog resmi perpustakaan yang sudah ada.
g. Share. Fasilitas ini dapat digunakan pustakawan dan pemustaka untuk merekomendasikan Facebook perpustakaan mereka kepada teman-teman mereka. Ini merupakan tools yang menarik untuk menyebarkan informasi tentang perpustakaan kita.[12]
4. PromosiMelalui Grup
Grup Facebook membantu kita untuk menyatukan orang-orang dalam suatu komunitas di dunia maya. Untuk perpustakaan, grup Facebook dapat dimanfaatkan untuk menyatukan para pemustaka dan juga pustakawan dalam suatu komunitas. Dengan tergabungnya para pemustaka dan pustakawan dalam suatu komunitas memudahkan untuk saling berbagi informasi. Pustakawan dapat mempromosikan kegiatan-kegiatan perpustakaan kepada pemustaka dengan lebih cepat dan mudah karena Facebook memungkinkan untuk menyampaikan pesan ke semua orang yang telah menjadi anggota grup (message all member).[13]
Grup Facebook dapat dimanfaatkan untuk komunikasi dan promosi kegiatan perpustakaan. Menu diskusi merupakan salah satu menu yang dapat dimanfaatkan perpustakaan untuk berkomunikasi dengan pemustaka. Menurut Xia (2009), gaya pengelolaan grup Facebook adalah kunci untuk kesuksesan dari diskusi grup. Aktivitas grup tidak hanya dapat bersifat luas (jangkauan anggotanya), tetapi juga bermacam-macam. Umumnya aktivitas grup mencakup diskusi mengenai suatu topik dan pengiriman pesan dinding (wall post). Fitur lain yang dapat dimanfaatkan adalah pengiriman pesan kepada semua anggota grup (message all member). Masing-masing anggota grup akan menerima pesan dari grup yang mereka ikuti, sehingga mereka mengetahui informasi-informasi terbaru mengenai grup terssebut. Fitur ini membantu pustakawan untuk mempromosikan perpustakaannya. Berikut ini adalah contog grup perpustakaan di facebook
https://www.facebook.com/groups/pustakamania/
Untuk mengoptimalkan penggunaan media sosial seperti facebook perpustakaan oleh perpustakaan, perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Dukungan manajemen, perlu ada komitmen dari lembaga, terutama manajemen dalam mendukung perubahan pola komunikasi dan budaya organisasi yang sesuai dengan karakteristik dunia maya terutama di media sosial. Ketika perpustakaan memutuskan untuk bergabung di media social seperti facebook, perlu dipahami ada pergeseran pola komunikasi. Komunikasi lebih terbuka secara horizontal. Kemudian budaya organisasi seperti jam layanan perpustakaan yang lebih fleksibel untuk layanan di media sosial.
b. Kualifikasi Pustakawan, pemberian layanan melalui media sosial memerlukan kemampuan khusus dari pustakawan, antara lain kemampuan memposting sebuah informasi sesuai dengan karakter media social yang dipilih, berkomunikasi secara interaltif dengan follower, meyakinkan follower atas segala informasi yang dibagikan melalui media sosial, menjaga reputasi perpustakaan, pemahaman pada hak cipta, dll. Perlu diberikan pelatihan kepada pustakawan yang diberikan tugas mengurus media sosial.
c. Orientasi pengguna. Perpustakaan perlu memahami harapan pengguna ketika pengguna bergabung dengan akun media sosial perpustakaan. Harapan tersebut antara lain adalah bahwa pengguna dapat lebih kritis, perpustakaan lebih terbuka dan memberikan respon lebih cepat daripada layanan offline.
d. Sumber informasi. Media sosial mempermudah perpustakaan menyebarkan informasi. Namun demikian perlu diperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan etika penyebaran informasi antara lain berkaitan dengan privacy dan ha katas kekayaan intelektual (HAKI). atau hak cipta.
e. Aktivitas di media sosial. Banyak perpustakaan memiliki akun media sosial dan banyak juga yang telah memposting informasi secara rutin, namun apakah posting-an tersebut dibaca atau mendapat respon dari follower? Diperlukan strategi agar setiap informasi yang diposting dapat dipahami dan mendapat perhatian dari follower.[15]
C. Kesimpulan
Media sosial dapat disimpulkan bahwa sebuah aplikasi berbasis internet yang memungkinkan terjadinya penciptaan dan pertukaran konten yang diciptakan oleh penggunanya, untuk memproduksi dan mendistribusikan isi media, isi media dapat berupa pesan-pesan pribadi, berita, gagasan, dan produk-produk budaya yang berbentuk digital, Kemudian yang memproduksi dan mengkonsumsi isi media dalam bentuk digital adalah individu, organisasi, dan industry dan memiliki kekuatan sosial yang sangat mempengaruhi opini publik yang berkembang di masyarakat.
Facebook sebagai media untuk memenuhi kebutuhan informasi Pemustaka karena adanya fitur yang memungkinkan pengguna facebook berinteraksi langsung (real time), seperti chatting, tag foto, blog, game, dan update status yang dinilai lebih up date dibandingkan media lainnya. Ini sesua dengan teori uses and gratifications yang dikemukakan oleh Blumer dan Katz (Griffin, 2003) dimana menekankan bahwa individu bersikap aktif dalam memilih media untuk memenuhi kebutuhannya, dengan kata lain, manusia memiliki wewenang untuk memperlakukan media
Perpustakaan menggunakan media sosial sebagai media untuk melakukan promosi, baik mempromosikan koleksi ataupun layanan yang ditawarkan. Namun dengan perkembangan masyarakat digital yang nyaris tidak dapat lepas dari internet, media sosial tampaknya bisa dimanfaatkan lebih dari sekedar media promosi. Facebook sebagai media untuk memenuhi kebutuhan informasi karena adanya fitur yang memungkinkan pengguna facebook berinteraksi langsung (real time), seperti chatting, tag foto, blog, game, dan update status yang dinilai lebih up date dibandingkan media lainnya. Tujuan media social facebook untuk perpustakaan adalah membangun interaksi antara pustakawan dan pemustaka dalam menginformasikan berbagai aktivitas yang berkaitan dengan informasi peminjaman, perpanjangan peminjaman, pemesanan buku, kritik saran dan lain-lain. Selain itu, dapat dijadikan sebagai media promosi dan membantu dalam pengembangan minat baca masyarakat. Untuk mengoptimalkan penggunaan media sosial seperti facebook perpustakaan oleh perpustakaan, perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut, dukungan manajemen, kualifikasi pustakawan yang kompeten, pustakawan yang berorientasi pengguna, memiliki sumber informasi yang uptudate, aktivitas di media sosial
DAFTAR PUSTAKA
Adrianto, Komunikasi 2.0, Yogyakarya: Mata Padi Pressindo, 2011.(p,xii)
Arini Eka Purwanti, 2010, Pemanfaatan Facebook Sebagai Sarana Promosi Perpustakaan: Studi Kasus Perpustakaan Forum Indonesia Membaca, Depok: Universitas Indonesia (http://lib.ui.ac.id/ di akses4/8/2017)
Digital in 2017: Southeasth Asia; https://wearesocial.com(diakses 7/8/2017)
Fatmawati, Endang. "Dampak Media Sosial Terhadap Perpustakaan." Libraria: Jurnal Perpustakaan 5.1 (2017): 1-28.
Griffin, Em. 2003. A First Look at Communication Theory. London: McGrraw-Hill Companies.
Haase, Anabel Quan-Haase dan Alyson L Young (2010) Uses and Gratifications of Social Media: A comparison of Facebook and Instant Messaging. Bulletin of Sicence Technology & Society tersedia di http://bst.sagepub.com/content/30/5/350 (diakses pada 04/08/ 2017)
Howard, Philip N., and Malcolm R. Parks.2012. "Social media and political change: Capacity, constraint, and consequence." Journal of communication 62.2 (2012): 359-362.
https://id.wikipedia.org/wiki/Media_sosial. Di aksess 3/8/2017
https://www.facebook.com/groups/pustakamania/(diakses: 4/8/2017)
Mulkan, Dede et.al. 2011. Teknologi Komunikasi: perpustakaan Digital. Bandung: ARSAD Press.
Mutia, Fitri, and Dessy Harisanty. "Pemanfaatan Jejaring Sosial (Facebook) Perpustakaan Perguruan Tinggi Sebagai Pemenuhan Kebutuhan Informasi Mahasiswa." Di akses 4/8/2017.
Nuning Kurniasih, 2016 : Optimalisasi Penggunaan Media Sosial untuk Perpustakaan, Prosiding, Makalah Seminar Nasional, “Komunikasi, Informasi, dan Perpustakaan di Era Global”, Bandung : Prosiding Seminar Nasional “Komunikasi, Informasi dan Perpustakaan di Era Global” Fikom Unpad, 15 Juni 2016.
[1]Fatmawati, Endang. "Dampak Media Sosial Terhadap Perpustakaan." Libraria: Jurnal Perpustakaan 5.1 (2017): 1-28.
[2]Howard, Philip N., and Malcolm R. Parks. "Social media and political change: Capacity, constraint, and consequence." Journal of communication 62.2 (2012): 359-362.
[3]Adrianto, Komunikasi 2.0, Yogyakarya: Mata Padi Pressindo, 2011.(p,xii)
[4]https://id.wikipedia.org/wiki/Media_sosial. diakses 3/8/2017
[5]https://id.wikipedia.org/wiki/Media_sosial. Di aksess 3/8/2017
[6]Digital in 2017: Southeasth Asia; https://wearesocial.com(diakses 7/8/2017)
[7]Fatmawati, Endang. "DAMPAK MEDIA SOSIAL TERHADAP PERPUSTAKAAN." LIBRARIA: Jurnal Perpustakaan 5.1 (2017): 1-28.
[8]Haase, Anabel Quan-Haase dan Alyson L Young (2010) Uses and Gratifications of Social Media: A comparison of Facebook and Instant Messaging. Bulletin of Sicence Technology & Society tersedia di http://bst.sagepub.com/content/30/5/350 (diakses pada 04/08/ 2017)
[9]Mulkan, Dede et.al. 2011. Teknologi Komunikasi: perpustakaan Digital. Bandung: ARSAD Press.
[10]Nuning Kurniasih, 2016 : Optimalisasi Penggunaan Media Sosial untuk Perpustakaan, Prosiding, Makalah Seminar Nasional
“Komunikasi, Informasi, dan Perpustakaan di Era Global”, Bandung : Prosiding Seminar Nasional “Komunikasi, Informasi dan Perpustakaan di Era Global” Fikom Unpad, 15 Juni 2016.
[11] Mutia, Fitri, and Dessy Harisanty. "Pemanfaatan Jejaring Sosial (Facebook) Perpustakaan Perguruan Tinggi Sebagai Pemenuhan Kebutuhan Informasi Mahasiswa." Di akses 4/8/2017.
[12] ARINI EKA PURWANTI, 2010, Pemanfaatan Facebook sebagai Sarana Promosi Perpustakaan: Studi Kasus Perpustakaan Forum Indonesia Membaca, Depok: Universitas Indonesia (http://lib.ui.ac.id/di akses4/8/2017)
[13]ARINI EKA PURWANTI, 2010, Pemanfaatan Facebook sebagai Sarana Promosi Perpustakaan: Studi Kasus Perpustakaan Forum Indonesia Membaca, Depok: Universitas Indonesia (http://lib.ui.ac.id/di akses4/8/2017)
[14]https://www.facebook.com/groups/pustakamania/(diakses: 4/8/2017)
[15]Nuning Kurniasih, 2016 : Optimalisasi Penggunaan Media Sosial untuk Perpustakaan, Prosiding, Makalah Seminar Nasional, “Komunikasi, Informasi, dan Perpustakaan di Era Global”, Bandung : Prosiding Seminar Nasional “Komunikasi, Informasi dan Perpustakaan di Era Global” Fikom Unpad, 15 Juni 2016.