Pendidikan Pemakai Perpustakaan Di Era Digital : Mengintegrasikan Literasi Informasi Dan AI Di Perguruan Tinggi
Oleh: Suwarno, S.Sos. M.I,Kom
Pustakawan Muda Polines
- PENDAHULUAN
Di era digital yang berkembang pesat, perpustakaan perguruan tinggi di Indonesia menghadapi tantangan dan peluang baru dalam mendidik para penggunanya, terutama dengan hadirnya kecerdasan buatan (AI). Pendidikan pemakai perpustakaan menjadi semakin penting, bukan hanya sebagai pelatihan teknis dalam menggunakan fasilitas perpustakaan, tetapi juga sebagai upaya membekali pengguna dengan kemampuan kritis dan literasi informasi yang memadai. Dengan semakin banyaknya sumber daya digital dan sistem berbasis AI yang diintegrasikan ke dalam layanan perpustakaan, kemampuan mahasiswa dalam mencari, memahami, dan mengevaluasi informasi secara efektif menjadi sangat penting.
Mahasiswa, sebagai pengguna utama perpustakaan perguruan tinggi, kini dihadapkan pada volume informasi yang jauh lebih besar dibandingkan era sebelumnya. Mereka tidak hanya perlu mengakses informasi dengan cepat, tetapi juga harus memiliki kemampuan untuk membedakan informasi yang relevan dan valid di antara begitu banyak data yang tersedia. Pendidikan pemakai perpustakaan bertujuan untuk membantu mahasiswa dalam memahami dan memanfaatkan teknologi perpustakaan, seperti katalog digital, sistem rekomendasi berbasis AI, dan penelusuran otomatis yang makin kompleks.
Peran kecerdasan buatan dalam perpustakaan perguruan tinggi tidak hanya meningkatkan efisiensi layanan, tetapi juga menawarkan berbagai fitur personalisasi yang dapat mempermudah mahasiswa dalam menemukan informasi yang relevan sesuai kebutuhan akademis mereka. Namun, pengenalan teknologi ini juga membawa tantangan tersendiri, terutama bagi mahasiswa yang kurang familiar dengan teknologi canggih. Pendidikan pemakai perpustakaan harus disesuaikan agar mahasiswa tidak hanya mengenal teknologi yang digunakan, tetapi juga mampu mengoptimalkannya.
Berdasarkan latar belakang tersebut, beberapa pertanyaan mendasar muncul untuk dibahas lebih lanjut. Pertama, bagaimana urgensi pendidikan pemakai di perpustakaan perguruan tinggi Indonesia dalam menghadapi era AI? Kedua, apa saja dampak dan pengaruh kecerdasan buatan terhadap layanan pendidikan pemakai di perpustakaan? Ketiga, bagaimana perpustakaan di Indonesia menyikapi berbagai tantangan yang timbul dalam penerapan teknologi AI tersebut?
Melalui pembahasan ini, diharapkan pemahaman yang lebih mendalam dapat diperoleh terkait pentingnya pendidikan pemakai yang berbasis pada teknologi canggih. Dengan demikian, perpustakaan perguruan tinggi di Indonesia dapat mengembangkan strategi yang efektif untuk mendukung mahasiswa agar lebih siap dalam menghadapi dunia informasi digital dan memanfaatkan teknologi AI secara optimal
- LANDASAN TEORI
Dalam menghadapi tantangan era digital dan perkembangan kecerdasan buatan, penting bagi perpustakaan perguruan tinggi untuk menerapkan pendidikan pemakai yang efektif dan relevan. Berikut ini beberapa teori yang menjadi landasan dalam mengembangkan pendidikan pemakai perpustakaan di Indonesia pada era AI.
- Teori Literasi Informasi dan Literasi Digital
Teori literasi informasi dan literasi digital menjadi dasar penting dalam pendidikan pemakai perpustakaan. Literasi informasi menurut Association of College and Research Libraries (ACRL, 2015) adalah kemampuan untuk mencari, mengevaluasi, dan memanfaatkan informasi secara efektif. Literasi informasi ini melibatkan keterampilan kritis yang tidak hanya terbatas pada menemukan informasi, tetapi juga pada kemampuan pengguna untuk menilai validitas, relevansi, dan kredibilitas informasi yang diperoleh. Keterampilan ini sangat penting dalam era digital yang dipenuhi dengan informasi dari berbagai sumber, termasuk media sosial, situs web akademis, hingga jurnal ilmiah.
Sementara itu, Paul Gilster (1997) memperkenalkan konsep literasi digital sebagai kemampuan memahami dan menggunakan informasi dalam b erbagai format digital. Literasi digital melengkapi literasi informasi dengan memberikan kemampuan bagi pengguna untuk tidak hanya memperoleh informasi, tetapi juga untuk memproses dan menggunakannya dalam lingkungan digital yang kompleks. Literasi digital ini juga mencakup pemahaman terhadap keamanan digital, etika, dan cara menjaga privasi informasi di dunia maya. Penerapan kedua teori ini sangat relevan dalam konteks perpustakaan yang mulai mengadopsi teknologi AI, karena pengguna perlu literasi yang mumpuni untuk beradaptasi dengan alat-alat digital dan teknologi baru yang disediakan perpustakaan.
- Teori Pendidikan Pemakai Perpustakaan
Pendidikan pemakai, juga dikenal sebagai "pendidikan pengguna" atau "orientasi pengguna," adalah sebuah kegiatan yang dirancang untuk mendidik pengguna perpustakaan agar mereka dapat menggunakan sumber-sumber informasi perpustakaan dengan baik dan benar. Tujuannya adalah untuk meningkatkan keterampilan pengguna dalam memanfaatkan fasilitas dan layanan perpustakaan secara mandiri dan efisien. Menurut Sutomo (2003, 102) pendidikan pemakai adalah kegiatan yang dilakukan oleh petugas layanan tentang seluk-beluk perpustakaan, manfaat perpustakaan, cara enjadi anggota, persyaratan keanggotaan, tata tertib, jenis layanan, kegunaan sistem katalogisasi, dan lain sebagainya. Semua itu dikerjakan dalam rangka memberikan pengetahuan dan keterampilan masyarakat pemakai dalam memanfaatkan perpustakaan secara cepat, dan tepat tanpa banyak kesulitan.
Pendidikan pemakai perpustakaan melibatkan upaya sistematis untuk membimbing pengguna agar mampu memanfaatkan berbagai layanan informasi di perpustakaan secara efektif. Berdasarkan teori dari Kuhlthau (1993), pendidikan pemakai mencakup keterampilan penelusuran informasi dan pembelajaran penggunaan sumber-sumber akademis yang optimal. Kuhlthau juga menggarisbawahi pentingnya memahami kebutuhan informasi pengguna dan mendukung mereka melalui setiap tahapan pencarian informasi, yang meliputi penentuan topik, pemilihan kata kunci, hingga pemanfaatan sumber daya akademis secara maksimal.
Teori Hoover (1974) menekankan pentingnya mengajarkan pengguna perpustakaan teknik pencarian informasi, penggunaan katalog perpustakaan, serta sumber daya yang ada. Hoover percaya bahwa pendidikan pemakai bukan sekadar pelatihan teknis, tetapi juga pemberdayaan yang memungkinkan pengguna untuk mencari informasi secara mandiri dan kritis. Dalam konteks AI, teori Hoover dan Kuhlthau berperan sebagai landasan dalam menyesuaikan pendidikan pemakai dengan teknologi modern yang digunakan di perpustakaan.
- Peran Kecerdasan Buatan dalam Pengelolaan Informasi
Perkembangan teknologi AI membawa perubahan signifikan dalam pengelolaan informasi di perpustakaan. Copeland dan Goertzel (2014) menyatakan bahwa AI dapat meningkatkan efisiensi dan personalisasi dalam pengelolaan informasi, sekaligus menyediakan akses cepat ke sumber daya yang relevan. Dengan AI, perpustakaan dapat menghadirkan pengalaman yang lebih intuitif melalui sistem rekomendasi yang memberikan saran sumber daya berdasarkan kebutuhan dan perilaku pengguna. Teknologi AI memungkinkan perpustakaan untuk tidak hanya menyediakan informasi, tetapi juga memberikan akses yang lebih terarah, seperti yang terjadi pada sistem rekomendasi dan automasi referensi.
Sistem rekomendasi dan automasi referensi yang didukung AI membantu pengguna mencari informasi yang sesuai dengan kebutuhannya, sehingga mengurangi waktu pencarian dan meningkatkan relevansi hasil. Teknologi ini penting di lingkungan perpustakaan modern karena memungkinkan pengguna untuk fokus pada analisis dan pemanfaatan informasi, sementara tugas-tugas administratif yang terkait dengan penelusuran informasi dilakukan oleh sistem otomatis.
- Peran Pustakawan di Era Digital
Di era AI, peran pustakawan tetap vital sebagai fasilitator dalam mendukung pendidikan pemakai perpustakaan. Salah satu teori klasik yang masih relevan dalam konteks ini adalah teori dari S.R. Ranganathan (1931) yang menyatakan bahwa pustakawan berperan sebagai “navigator pengetahuan” atau pengarah dalam dunia informasi. Ranganathan menekankan pentingnya peran pustakawan dalam memandu pengguna dalam menemukan informasi yang mereka butuhkan dan membantu mereka memahami konteks dari informasi tersebut.
Dalam konteks digital, peran pustakawan diperluas menjadi mediator antara pengguna dan teknologi. Pustakawan tidak hanya bertanggung jawab atas pengorganisasian informasi, tetapi juga bertugas membantu pengguna dalam menggunakan sistem berbasis AI, baik dalam bentuk katalog digital, basis data online, atau platform referensi otomatis. Sebagai “navigator pengetahuan” modern, pustakawan perlu memiliki keterampilan digital yang memadai untuk memberikan dukungan yang relevan bagi pengguna di era yang didominasi teknologi AI ini.
- PEMBAHASAN
1. Urgensi Pendidikan Pemakai Perpustakaan di Era AI
Di era kecerdasan buatan, pendidikan pengguna perpustakaan memiliki peran yang sangat krusial untuk membekali mahasiswa dengan kemampuan literasi informasi dan digital yang mendalam. Menurut teori literasi informasi yang dikemukakan oleh ACRL (Association of College and Research Libraries), literasi informasi mencakup keterampilan kritis untuk mencari, mengevaluasi, dan menggunakan informasi secara efektif. Keterampilan ini semakin diperlukan di era digital, di mana jumlah informasi semakin melimpah dan kompleksitas teknologi semakin tinggi (ACRL, 2015). Literasi digital, menurut Gilster (1997), memperkuat pemahaman akan beragam format digital dan penggunaan alat digital, termasuk yang berbasis AI. Mahasiswa yang mampu menguasai literasi digital dapat lebih adaptif terhadap perubahan teknologi, serta memiliki kompetensi untuk mengakses informasi secara mandiri dan memahami cara kerja algoritma pencarian dalam AI.
Pendidikan pemakai perpustakaan di Indonesia harus berperan tidak hanya sebagai pelatihan teknis untuk mengakses sumber daya digital, tetapi juga untuk melatih mahasiswa berpikir kritis dalam mengevaluasi informasi yang didapatkan melalui sistem berbasis AI. Mengacu pada teori pendidikan pemakai perpustakaan yang dikembangkan oleh Kuhlthau (1993), pendidikan pemakai melibatkan pengembangan kemampuan dalam menavigasi sistem informasi akademik dan memahami konteks penggunaan sumber daya tersebut. Di Politeknik Negeri Semarang (Polines), upaya pendidikan pemakai dapat difokuskan pada cara-cara efektif untuk mencari bahan pustaka di katalog online yang sudah menggunakan teknologi pencarian canggih berbasis kata kunci dan topik. Dengan demikian, mahasiswa tidak hanya menggunakan AI sebagai alat, tetapi juga memahami batasan dan potensi dari teknologi ini.
2. Pengaruh AI terhadap Pendidikan Pemakai di Perpustakaan Perguruan Tinggi
Kecerdasan buatan telah mengubah secara signifikan cara perpustakaan perguruan tinggi menyediakan layanan pendidikan pemakai. Menurut Copeland dan Goertzel (2014), AI dalam pengelolaan informasi mampu meningkatkan efisiensi layanan melalui personalisasi dan kecepatan akses informasi yang lebih baik. Beberapa perpustakaan di Indonesia, seperti Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Gadjah Mada (UGM), telah menerapkan chatbot dan sistem rekomendasi berbasis AI. Di UI, chatbot digunakan untuk menjawab pertanyaan dasar mahasiswa secara otomatis, yang tidak hanya menghemat waktu pustakawan tetapi juga memungkinkan mahasiswa untuk mendapatkan bantuan secara cepat, 24 jam sehari. Sementara di UGM, sistem rekomendasi menggunakan AI untuk mempelajari pola pencarian pengguna dan memberikan saran bacaan yang relevan.
Pengaruh AI ini sejalan dengan teori pendidikan pemakai perpustakaan dari Hoover (1974), yang menekankan bahwa pendidikan harus mencakup pemahaman tentang cara kerja dan pemanfaatan alat informasi. Sistem chatbot dan rekomendasi memungkinkan mahasiswa untuk belajar mengelola informasi yang diberikan AI, sehingga mereka tidak sekadar menerima hasil tetapi juga mempertimbangkan relevansi informasi tersebut dengan kebutuhan mereka. Hal ini mendorong perpustakaan untuk mengintegrasikan literasi digital ke dalam pendidikan pemakai, di mana mahasiswa dilatih tidak hanya untuk mengakses tetapi juga untuk memahami cara kerja algoritma yang mendasari sistem AI, sehingga menghasilkan mahasiswa yang lebih kritis terhadap informasi yang diterima.
3. Tantangan dalam Penerapan Pendidikan Pemakai Berbasis AI
Penerapan pendidikan pemakai berbasis AI di perpustakaan perguruan tinggi tidak terlepas dari tantangan yang signifikan. Menurut teori literasi informasi, kompetensi literasi hanya bisa dicapai melalui akses yang memadai terhadap teknologi, serta pemahaman mendalam tentang teknologi tersebut. Namun, di Indonesia, banyak perpustakaan yang menghadapi keterbatasan infrastruktur teknologi, yang menghambat implementasi AI secara menyeluruh. Perguruan tinggi penting memastikan bahwa infrastruktur mereka mendukung pendidikan pemakai berbasis AI, termasuk akses internet yang stabil dan perangkat keras yang memadai.
Selain itu, keterbatasan kompetensi pustakawan juga menjadi hambatan yang cukup serius. Di era digital ini, pustakawan dituntut untuk memainkan peran sebagai fasilitator teknologi, seperti yang dinyatakan dalam teori pustakawan sebagai “navigator pengetahuan” oleh Ranganathan (1931). Tanpa pelatihan yang memadai, pustakawan mungkin tidak memiliki keterampilan atau pemahaman yang cukup untuk mengajarkan mahasiswa mengenai penggunaan AI dalam pencarian informasi. Oleh karena itu, perpustakaan perlu berinvestasi dalam pelatihan pustakawan agar mereka mampu menyesuaikan diri dengan peran baru ini.
Tantangan lainnya adalah masalah etika dan privasi yang muncul akibat penggunaan data pengguna dalam sistem AI. Sistem AI sering kali mengumpulkan data pengguna untuk menciptakan pengalaman yang lebih personal. Tetapi, hal ini menimbulkan kekhawatiran mengenai privasi pengguna, di mana data-data pribadi pengguna bisa saja digunakan tanpa persetujuan yang jelas. Menurut teori literasi digital, pengguna harus memahami hak-hak mereka atas data yang mereka bagikan, dan perpustakaan harus transparan dalam penggunaan data tersebut. Kebijakan privasi yang ketat dan edukasi bagi pengguna mengenai keamanan data menjadi aspek penting dalam memastikan penggunaan AI di perpustakaan perguruan tinggi dapat diterima dan dipercaya oleh seluruh pemakai.
4. Studi Kasus di Perpustakaan Perguruan Tinggi di Indonesia
Perpustakaan di beberapa perguruan tinggi besar di Indonesia telah menerapkan berbagai bentuk layanan berbasis AI untuk mendukung pendidikan pemakai. Di Perpustakaan Universitas Indonesia (UI), implementasi chatbot yang dapat menjawab pertanyaan pengguna menjadi inovasi yang memudahkan mahasiswa dalam mencari informasi tanpa harus mengandalkan bantuan langsung dari pustakawan. Teknologi chatbot ini, dalam konteks teori literasi informasi, meningkatkan aksesibilitas informasi dan mendukung mahasiswa untuk menjadi pemakai yang mandiri. Hal serupa juga terlihat di Universitas Gadjah Mada (UGM), yang menggunakan sistem rekomendasi untuk menyarankan referensi sesuai dengan profil pengguna. Sistem ini memungkinkan mahasiswa untuk mendapatkan referensi akademik yang relevan tanpa harus melakukan pencarian manual, mendukung kemampuan mereka dalam melakukan riset yang lebih efisien.
Di Politeknik Negeri Semarang (Polines), upaya implementasi teknologi digital untuk mendukung pendidikan pemakai telah dilakukan meskipun belum sepenuhnya menggunakan teknologi AI. Perpustakaan Polines menyediakan katalog online dengan fitur pencarian yang memudahkan mahasiswa dalam menemukan sumber informasi berdasarkan kata kunci atau topik tertentu. Implementasi ini, meskipun sederhana, sudah mengadopsi beberapa prinsip dasar literasi digital, di mana mahasiswa diajak untuk memahami dan memanfaatkan fitur pencarian secara optimal. Dalam pendidikan pemakai di Polines, pustakawan memberikan pelatihan literasi informasi yang mempersiapkan mahasiswa untuk dapat menggunakan sistem katalog dengan efektif, membekali mereka dengan kemampuan dasar yang akan memudahkan adaptasi saat perpustakaan mengadopsi teknologi berbasis AI.
5. Solusi untuk Efektivitas Pendidikan Pemakai di Era AI
Untuk mengatasi tantangan dalam penerapan pendidikan pemakai berbasis AI, beberapa solusi yang dapat diterapkan antara lain adalah meningkatkan pelatihan literasi informasi dan literasi digital, berkolaborasi dengan industri teknologi, serta memperkuat infrastruktur teknologi. Pelatihan literasi informasi dan digital, seperti yang disarankan oleh teori literasi informasi dari ACRL, perlu dikembangkan secara komprehensif agar mahasiswa mampu memanfaatkan teknologi AI secara mandiri. Pelatihan ini tidak hanya melibatkan pengajaran cara menggunakan perangkat, tetapi juga bagaimana menilai informasi yang diperoleh dari sistem AI secara kritis.
Kolaborasi dengan industri teknologi dapat membantu meningkatkan kompetensi pustakawan dalam menghadapi perkembangan AI. Pustakawan yang memiliki pengetahuan tentang dasar-dasar AI akan lebih siap dalam memberikan pendidikan pemakai yang relevan. Selain itu, mengundang praktisi dari industri teknologi juga bisa memberikan wawasan praktis mengenai aplikasi AI di perpustakaan, baik untuk pustakawan maupun pengguna.
Investasi dalam infrastruktur teknologi menjadi penting untuk memastikan perpustakaan perguruan tinggi dapat mengimplementasikan AI dengan optimal. Infrastruktur yang memadai memungkinkan perpustakaan untuk menyediakan layanan berbasis AI yang responsif dan mudah diakses pemustaka. Dengan meningkatkan infrastruktur, perpustakaan perguruan tinggi di Indonesia akan lebih siap menghadapi tantangan dan tuntutan dari era AI, dan dapat memberikan layanan pendidikan pemakai yang lebih baik bagi mahasiswa.
Dalam jangka panjang, solusi-solusi ini dapat membentuk ekosistem pendidikan pemakai berbasis AI yang efektif dan berkelanjutan di perpustakaan perguruan tinggi, di mana mahasiswa tidak hanya mampu memanfaatkan AI sebagai alat bantu pencarian informasi tetapi juga memiliki keterampilan literasi digital yang tangguh.
- PENUTUP
Pendidikan pemakai perpustakaan di perguruan tinggi Indonesia sangat penting di era kecerdasan buatan (AI), karena tidak hanya memfasilitasi akses informasi yang lebih mudah tetapi juga membentuk pengguna yang kritis dan adaptif terhadap perubahan teknologi. Dengan kemajuan AI yang diterapkan dalam perpustakaan, seperti chatbot dan sistem rekomendasi, mahasiswa dapat memperoleh informasi secara lebih cepat dan personal. Namun, pengaruh positif AI ini perlu diimbangi dengan pendidikan yang komprehensif, mencakup literasi informasi dan literasi digital, agar mahasiswa dapat mengoptimalkan penggunaan teknologi ini dalam pencarian informasi akademik dan riset mereka.
Studi kasus di beberapa perpustakaan perguruan tinggi, seperti Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, dan Politeknik Negeri Semarang, menunjukkan bagaimana AI membantu perpustakaan dalam meningkatkan pelayanan pendidikan pemakai. Kendati demikian, tantangan seperti keterbatasan infrastruktur, kompetensi pustakawan, dan isu privasi tetap menjadi perhatian penting yang harus diatasi melalui pelatihan dan pengembangan kebijakan yang jelas.
Oleh karena itu, upaya peningkatan kompetensi literasi digital dan kolaborasi dengan industri teknologi menjadi langkah strategis yang perlu dilakukan perpustakaan perguruan tinggi di Indonesia untuk mendukung pendidikan pemakai berbasis AI. Dengan investasi yang memadai dalam teknologi dan pelatihan pustakawan, perpustakaan diharapkan dapat memainkan perannya dalam membentuk mahasiswa yang mampu menggunakan teknologi digital dengan bijak dan kritis di era AI ini. Upaya berkelanjutan dalam meningkatkan pendidikan pemakai perpustakaan berbasis AI akan membantu menciptakan lingkungan belajar yang lebih inovatif dan inklusif, sejalan dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat.
Daftar Pustaka
ACRL. (2015). Framework for Information Literacy for Higher Education. Association of College and Research Libraries. Retrieved from http://www.ala.org/acrl/standards/ilframework.
Copeland, B. J., & Goertzel, B. (2014). The Cambridge Handbook of Artificial Intelligence. Cambridge University Press.
Gilster, P. (1997). Digital Literacy. Wiley.
Hoover, D. R. (1974). Library Instruction: A State-of-the-Art. Wilson Library Bulletin.
Kuhlthau, C. C. (1993). Seeking Meaning: A Process Approach to Library and Information Services. Norwood, NJ: Ablex.
Ranganathan, S. R. (1931). The Five Laws of Library Science. Madras Library Association.
Sutomo, S. (2003). Pendidikan Pemakai Perpustakaan: Konsep dan Praktik. Jakarta: Pustaka Belajar.
Universitas Indonesia. (2023). Penerapan Chatbot untuk Layanan Informasi Perpustakaan. Retrieved from https://lib.ui.ac.id/.
Universitas Gadjah Mada. (2023). Sistem Rekomendasi di Perpustakaan untuk Meningkatkan Layanan Referensi. Retrieved from https://lib.ugm.ac.id/.
Politeknik Negeri Semarang. (2023). Katalog Online dan Layanan Literasi Informasi di Era Digital. Retrieved from https://library.polines.ac.id/.
Gilster, P. (1997). Digital Literacy. Wiley